Isu Remaja yang Dihadapi Gen Z dan Gen Alpha Saat Ini – Remaja mencerminkan masa depan suatu negara, termasuk Indonesia, di mana Gen Z kini menjadi generasi yang dominan. Generasi Z adalah kelompok usia yang lahir di era digital dan tumbuh bersama teknologi.
Isu Remaja yang Dihadapi Gen Z dan Gen Alpha Saat Ini
Generasi ini menghadapi tantangan yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Masalah yang dihadapi remaja saat ini mungkin berbeda dengan yang dihadapi sepuluh tahun lalu.
Setelah Gen Z muncul Gen Alpha, yang juga akan menentukan kebijakan strategis untuk masa depan. Bukan tanpa alasan jika Generasi Z dan Generasi Alpha digadang-gadang akan menjadi andalan negara dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
Namun, di balik potensi besar tersebut, permasalahan yang menyertai masa remaja tidak dapat diabaikan. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, tantangan yang dihadapi Gen Z menjadi semakin kompleks. Dari tekanan sosial, perubahan gaya hidup dan tren hingga pola interaksi digital yang intensif.
Berikut adalah beberapa permasalahan remaja yang dihadapi oleh Gen Z dan Gen Alpha saat ini:
• Penyakit Mental
Generasi Z adalah kelompok usia yang semakin rentan terhadap penyakit mental. Menurut survei I-NAMHS 2022, sekitar 5,5% remaja Indonesia berusia 10-17 tahun didiagnosis mengalami gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.
Gangguan kecemasan merupakan yang paling umum, mencakup 26,7% kasus, diikuti oleh gangguan kurang perhatian (10,6%) dan depresi (5,3%). Lonjakan ini didorong oleh tekanan sosial yang diperburuk oleh paparan konten negatif di media sosial.
Masalah kesehatan mental di kalangan Gen Z memerlukan perhatian lebih, terutama mengingat efek jangka panjang yang dapat ditimbulkannya jika tidak diobati. Dukungan dari lingkungan rumah dan akses ke layanan kesehatan mental yang tepat adalah kunci untuk mengatasi masalah remaja ini.
• Pengaruh Media Sosial
Kebanyakan remaja aktif di media sosial. Platform seperti Instagram dan TikTok sering kali memicu perbandingan sosial yang menyebabkan kecemasan, rendahnya harga diri, dan perundungan siber. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi digital yang berlebihan dapat merusak kesehatan mental dan mengganggu keterampilan sosial pada remaja.
Situasi ini menuntut pendekatan yang seimbang dalam penggunaan teknologi. Orang tua dan sekolah perlu berperan aktif dalam mempromosikan literasi digital dan membatasi penggunaan media sosial pada remaja untuk memastikan kesejahteraan mental dan sosial mereka.
• Kekerasan Di Media
Sebagai konsumen utama konten digital, Gen Z sering menjumpai konten yang mengandung kekerasan. Banyak permainan video dan film yang mereka tonton mengandung kekerasan grafis, yang dapat mengurangi empati dan meningkatkan agresi. Penelitian menunjukkan bahwa paparan konten kekerasan dapat memengaruhi perilaku remaja, terutama tanpa bimbingan yang tepat.
Untuk mengatasi masalah ini, orang tua dan pendidik perlu memantau konsumsi media oleh remaja dan membantu mereka memahami dampak negatif dari konten tersebut. Literasi media merupakan alat penting untuk membantu remaja mengevaluasi secara lebih kritis apa yang mereka konsumsi.
• Penindasan Dan Perundungan Maya
Masalah perundungan semakin diperparah dengan perundungan siber. Perundungan siber kini menjadi bentuk perundungan yang paling umum di kalangan Generasi Z. Sekitar 25% remaja mengalami perundungan setiap tahun, baik secara langsung maupun daring. Perundungan siber memperburuk efek perundungan dengan menyebarkan hinaan secara anonim dan luas.
Menangani masalah ini memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk pendidikan tentang cara menanggapi penindasan dan menyediakan akses untuk melaporkannya. Remaja perlu didukung dalam membangun ketahanan dan diberi ruang untuk berbicara jika mereka mengalami atau menyaksikan penindasan.
• Tekanan Sosial
Gen Z adalah kelompok yang sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya, terutama melalui media sosial. Tekanan untuk mengikuti tren dapat mendorong remaja untuk terlibat dalam perilaku berisiko seperti sexting dan penggunaan narkoba. Situasi ini diperburuk oleh ekspektasi masyarakat untuk selalu “sempurna”.
Solusi terbaik adalah memperkuat keterampilan remaja dalam melawan tekanan sosial dan menyediakan ruang di mana mereka dapat berbagi masalah mereka tanpa takut dihakimi.
• Penggunaan Alkohol Atau Narkoba
Meskipun penggunaan narkoba dan alkohol menurun, risiko overdosis tetap tinggi karena distribusi obat palsu seperti fentanil. Remaja sering kali tidak menyadari bahaya zat-zat ini karena pengaruh lingkungan yang membenarkan penggunaannya.
Penting untuk mendidik remaja tentang risiko jangka panjang penggunaan narkoba. Orang tua harus terus memantau dan menjalin dialog terbuka tentang konsekuensi penyalahgunaan narkoba dan alkohol.