Gaya Anak Gen Z Dalam Berbelanja

Gaya Anak Gen Z Dalam Berbelanja

Gaya Anak Gen Z Dalam Berbelanja

Gaya Anak Gen Z Dalam Berbelanja – Populasi Generasi Z saat ini merupakan generasi terbesar di dunia. Jumlah mereka mencapai 2,5 miliar pada tahun 2020. Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, Generasi Z mendominasi kelompok penduduk dengan persentase 27,94 persen.

Sebagai perbandingan, generasi Milenial sebesar 25,87 persen dan Generasi X sebesar 21,88 persen. Status mereka sebagai ‘penguasa dunia’ otomatis menjadikan Generasi Z sebagai target pasar baru bagi industri. Namun memenangkan hati mereka bukanlah perkara mudah. Anak-anak muda ini memiliki nilai dan karakteristik yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya yaitu Baby Boomers, Gen X, atau Millennials.

Perbedaan nilai dan karakteristik tersebut mempengaruhi tujuan hidup, gaya hidup, dan gaya konsumsi mereka. Artinya, industri tidak bisa menggunakan strategi pemasaran yang menyasar generasi sebelumnya. Diperlukan strategi yang baru untuk pemasaran lebih tepat.

Di sisi lain, memang Gen Z masih belum memiliki daya beli yang besar. Namun memastikan ketahanan mereka di pasar perlu dipertimbangkan. Suatu saat dunia di tangan generasi ini merupakan sebuah keniscayaan. Maka dari itu, UMN Consulting telah melakukan penelitian terhadap sejumlah aspek Gen Z. Sebanyak 1.321 Gen Z (usia 17-24 tahun) di seluruh Indonesia menjadi responden dalam penelitian ini. Kuesioner disebarkan secara online.

Salah satu hasil penelitiannya mengungkap seperti apa sebenarnya gaya belanja Gen Z saat ini. Namun sebelum membahasnya, ada baiknya kita mengenal generasi ini terlebih dahulu. Dalam teori generasi yang dikemukakan oleh Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall (2004), manusia yang hidup di dunia ini terdiri dari lima generasi. Pengkategorian kelima generasi ini mengacu pada tahun kelahirannya.

Generasi Baby Boomer yang lahir pada 1946-1964, generasi X yang lahir pada 1965-1980, dan generasi Y yang lahir pada periode 1981-1995. Generasi Y sering disebut dengan generasi Milenial. Berikutnya generasi Z lahir pada periode 1996-2010. Generasi Z disebut dengan generasi internet. Terakhir, lahirlah generasi Alpha pada periode 2011-2025.

Anak Generasi Z Yang Unik

Dari sudut pandang Gen Z, terdapat berbagai hal yang membuat generasi nya lebih unik dibanding generasi yang sebelumnya. Selain daya tanggapnya terhadap teknologi informasi, salah satu hal yang paling dominan adalah hubungan mereka sendiri dengan teladan atau role model.

Role model di sini bisa dibandingkan dengan influencer atau key opinion leader. Peneliti UMN Consulting Elissa Lestari mengungkapkan bahwa Gen Z memiliki konsep role model yang lebih spesifik. Tokoh-tokoh yang mereka jadikan panutan adalah tokoh-tokoh yang mempunyai kesamaan nilai dan pandangan hidup. Kalaupun bisa, nilai dan pandangan hidup harus sama persis.

Namun di sisi lain, Gen Z sendiri sangat sensitif terhadap bagaimana sosok yang mereka pancarkan dalam menampilkan dirinya di hadapan publik. Jika suatu saat sosok tersebut terbukti palsu atau tidak autentik, maka hubungan dengan sosok tersebut akan renggang.

Gen Z sangat kritis dan skeptis mengenai siapa yang dapat mereka anggap sebagai panutan. Mereka mengikuti nilai-nilai tertentu. Bagi mereka, role model adalah perpanjangan tangan dari diri mereka sendiri. Hal ini yang membedakan Gen Z dengan generasi Millenial. Generasi milenial mudah tergiur dengan influencer yang memiliki ikatan emosional dengan mereka.

Bagi Gen Z, pengalaman hidup adalah hal yang paling penting. Dalam riset UMN Consulting, sebagian besar responden mengatakan hal tersebut ketika ditanya hal apa saja yang membentuk identitas Anda sebagai Gen Z.

Elissa mengatakan, pengalaman hidup merupakan hal utama yang membentuk jati diri mereka menjadi sosok seperti apa. Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik secara lokal, nasional, maupun internasional, berperan dalam membentuk identitas mereka.

Resesi ekonomi dan pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang memberikan dampak besar bagi Gen Z. Kejadian ini tidak hanya membuat mereka sulit bersosialisasi dengan keluarga atau lingkungan sosial, tapi juga menimbulkan ketidakpastian masa depan, mulai dari karier hingga urusan ekonomi.

Gaya Anak Gen Z Berbelanja

Ternyata secara umum Gen Z merupakan generasi yang responsif terhadap teknologi, kritis namun terbuka, toleran dan mudah terganggu dengan hal-hal yang ada di lingkungannya. Dengan nilai dan karakter seperti itu, pertanyaan selanjutnya, apakah ada kaitannya dengan gaya belanja mereka? Seperti apa gaya belanja Gen Z?

Sebagai generasi yang berlabel responsif terhadap teknologi, sebagian besar orang beranggapan bahwa konsumsi terbesar Gen Z per bulan adalah terkait dengan teknologi digital. Misalnya saja paket internet atau langganan layanan streaming. Rupanya anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.

Berdasarkan riset UMN Consulting, konsumsi terbesar Gen Z adalah pada makanan ringan dan minuman. Persentasenya sebesar 71,76 persen. Konsumsi terbesar kedua per bulan juga terkait dengan dunia kuliner yakni fast food. Persentasenya sebesar 70,55 persen. Konsumsi terkait digital menempati urutan ketiga yakni dengan persentase sebesarr 62,07%.

Pandemi dan resesi ekonomi membuat Gen ini lebih bertanggung jawab terhadap isi kantongnya. Selain itu, secara finansial mereka belum begitu mapan. Mereka tidak mau sembarangan membeli barang yang tidak sesuai kebutuhannya atau tidak memberikan manfaat. Oleh karena itu, ketika ingin membeli sesuatu barang, terutama dengan harga yang mahal, Gen Z akan cenderung untuk mengecek terlebih dahulu akan semua informasi mengenai barang tersebut.

Hasil riset UMN Consulting menyebutkan bahwa media sosial menjadi platform utama mereka dalam mencari informasi. Instagram menjadi platform terpopuler bagi Gen Z dalam mencari informasi mengenai produk yang ingin dibeli. Jumlah responden yang memilih sebanyak 86,45 persen.

Setelah Instagram, ada YouTube yang dipilih 58,36 persen dan Tiktok yang dipilih 41,79 persen. Meski Tiktok menduduki peringkat ketiga secara keseluruhan, rupanya aplikasi berbasis video pendek ini lebih populer di kalangan siswa SMA usia Gen Z (15-17 tahun).

Media tradisional televisi dianggap cukup relevan di era digital. Sebanyak 14,53 persen responden masih memanfaatkan televisi sebagai sumber mencari informasi mengenai suatu produk. Faktanya, jika dibandingkan Facebook, televisi sedikit lebih populer sebagai sumber informasi.